Dua Pasang Hati

Jum'at, 07 Agustus 2015 - 09:54 WIB
Dua Pasang Hati
Dua Pasang Hati
A A A
“Lo keterlaluan banget sih, Kak! Jelas-jelas ada temen gue, kenapa lo harus bersikap seperti itu? Sekarang pergi, kan anaknya!” omel Gavin sebal.

Kakaknya itu masih tak mengubah pandangannya, “Nggak ada hubungannya sama gue. Dia itu temen lo, kan? Kenapa ngomelnya ke gue?” “Kak, cepet bilang yang sejujurnya sama gue. Ada apa diantara lo sama Lara? Lo apain dia selama dia kerja di rumah sakit lo?!” Suara emosi Gavin membuat si Mbok dan satpam penjaga rumah panik, mereka bergegas mengecek lantai atas. Si Mbok terperangah saat tahu, kakakberadik ini bertengkar karena satu perempuan.

Gavin menarik baju Keenan kesal, namun si dingin itu menghempaskan tangan Gavin dari bajunya. “Apa peduli lo soal Lara?” sahutnya datar “Jelas gue peduli! Gue jatuh cinta sama Lara. Kenapa, lo nggak setuju?” sergah Gavin penuh amarah. Cowok itu menyunggingkan senyum sinisnya, “Perempuan macem Lara nggak pantes buat lo, Vin.” Maka saat itu juga, melayanglah tonjokan Gavin pada Keenan. Ampun, yang dari Ardio belum sembuh.. eh, udah dapet yang baru lagi.. tapi tetap, wajah tampan nan dingin Keenan sama sekali nggak berkurang.

“Sekali lagi lo rendahin Lara di depan gue, gue nggak akan segansegan nonjok lebih sakit daripada ini!” teriaknya semakin emosi. Keenan malah dengan tenangnya menutup pintu kamarnya. Gavin sedari tadi terus menggedor-gedor pintu kamar Keenan, ia berteriak meminta penjelasan mengenai hubungannya dengan Lara di masa lalu.

Seingatnya, kakak satu-satunya ini nggak punya mantan bernama Lara, tapi kenapa.. seolah mereka pernah saling mengenal satu sama lain di masa lalu? Keenan membuka pintu kamarnya. Raut wajah cowok itu masih sama, dingin dan tanpa ekspresi, sama sekali ia tak berniat membalas pukulan adiknya. Yang ada laki-laki itu hanya berkata dengan nada datar, “Gue nggak akan setuju kalo lo pacaran sama Lara. Inget aja itu.”

“Siapa lo, beraniberaninya ngatur gue mau pacaran sama siapa?!” Gavin masih saja menyerangnya. “Gue cuma ingetin sekali aja, supaya lo nggak patah hati karena dia,” ujar Keenan. Cowok itu balas menatap Keenan bingung, namun dengan tegas dan pantang menyerah, “Mau berapa kali lo larang gue deketin Lara, gue akan tetap deketin dia.

Gue nggak akan nyerah, Kak! Gue bakal buktiin ke lo, kalo Lara pantas jadi pacar gue!” Dari balik kamar, Keenan nyeletuk, “Coba aja, kalo lo bisa.” Lara membuka pagar rumahnya dengan langkah gontai, air matanya masih saja mengalir meski dia sudah menjauh dari rumah Keenan dan Gavin. Baginya yang baru saja terjadi ini, adalah mimpi terburuk yang pernah dialaminya. Ia tidak pernah tau selama ini, jika Gavin ternyata masih sedarah dengan pria yang masih dicintainya itu.

Bagaimana bisa ia menghadapi Gavin esok hari? Melihat wajahnya saja dia udah nggak sanggup. Seluruh hati Lara kini lumpuh dan lemah, energinya sudah terkuras habis, harus menghadapi kenyataan seberat ini. Dia masih belum percaya, ternyata Gavin yang mencintainya itu… ialah pengagum terberat Keenan, kakaknya sendiri. Tapi.. anehnya, kenapa dia nggak pernah tahu jika mereka bersaudara?

Di kantor, nggak pernah ada yang menyebutkan nama lengkap Gavin sebelumnya, kan? Lara begitu tergesa-gesa mengirimkan pesan pada salah satu rekannya, Silvia demi menanyakan siapa nama lengkap adik Keenan itu. Gavin Revaldo Saputra? Lara terperangah setelah menerima balasan Silvia. Lara diam seribu bahasa, kalo begitu… kenapa nggak ada ‘Bagaskara’ di belakang nama Gavin? Lara menggeleng bingung.

Ia benar-benar tak punya tenaga untuk berpikir lagi tentang dua kakakberadik yang memusingkan kepalanya ini. Handphone Lara berkali-kali berdering, karena Gavin tak berhenti menghubunginya. Tapi sayangnya, jemari Lara terlalu lemah untuk membalasnya. Alih-alih mengangkat telepon Gavin, gadis itu malah menghubungi Echa, sahabatnya. “Hah? Kenapa lo, Ra? Oi? Gue… gue lagi nggak di rumah,” begitu kata Echa, ditelepon. Isak tangis Lara semakin tak terbendung lagi, ia menangis sejadi-jadinya.

Hatinya begitu sakit saat mengingat wajah Keenan yang membayang di kepalanya. Ia tak tersenyum, seolah menahan kebenciannya pada Lara. Harus berkata apa jika mereka bertatap muka lagi? Lara bahkan tak sanggup memandang wajah dingin yang diberikan pria itu kepadanya. Malam itu, menjadi malam terburuk bagi Lara pertama kalinya. (bersambung)

Oleh:
Vania M. Bernadette
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1095 seconds (0.1#10.140)